2 Oktober 2012

Tawuran Pelajar, OSIS dan Pembinaan Kesiswaan

Imam Fadli (Ketua PW IPNU Jati

Ditulis oleh : Imam Fadli (Ketua PW Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PW IPNU) Propinsi Jawa Timur, periode 2012-2015)
categories: Opini

Dunia pendidikan Indonesia kembali jadi sorotan, bukan prestasi dan capaian kejuaraan yang diraih yang jadi penyebabnya, namun malah karena tragedi tawuran yang jadi pemicunya. Yach, tawuran antar pelajar kembali terjadi di Jakarta antara pelajar SMAN 70 dan SMAN 06 Jakarta yang mengakibatkan tewasnya Alawy seorang pelajar dari SMAN 06 Jakarta kelas X berusia 15 tahun dengan luka bacok di bagian dada (24/9). Kasus ini kemudian disusul sehari berikutnya dengan tawuran lagi antara siswa SMA Yayasan Karya 66 (Yake) dan SMK Kartika Zeni hingga membawa korban tewas bernama Denny Januar 17 tahun (25/9). Setelah beberapa hari sebelumnya juga terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan daerah lain.

Berbagai spekulasi tentang penyebab tawuran ini menjadi perbincangan hangat bukan hanya di kalangan pemerhati pendidikan namun juga pelaku
pendidikan itu sendiri. Banyak pihak yang menyalahkan pihak sekolah sebagai institusi yang "seharusnya" mendidik siswa menjadi berkarakter dan berakhlaqul karimah namun sebaliknya pelajar malah menjadi beringas ketika masih berseragam.

Pihak sekolahpun melakukan pembelaan bahwa proses belajar di sekolah hanya 5-6 jam. Jadi yang sangat berpengaruh adalah proses didikan di keluarga itu sendiri. Ada juga pihak yang menyalahkan pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lebih khusus lagi Dinas Pendidikan setempat sebagai institusi yang mempunyai kewenangan terkait sistem pendidikan dan kurikulum yang di pakai oleh sekolah.

Dari berbagai spekulasi tersebut saya memandang bahwa ada 4 unsur yang saya sebut sebagai empat dimensi  antara Pemerintah, Pihak Sekolah (guru dan civitas akademi), Orang tua dan masyarakat (LSM, Ormas dan Organisasi Pelajar) yang punya peran besar dalam mewujudkan pelajar yang berkarakter dan berakhlaqul karimah.

Mengutip tentang arti pendidikan itu sendiri, menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, maka pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Memaknai tentang arti pendidikan diatas, ada tiga elemen esensial yang harus dicermati dalam upaya menjadikan pendidikan yang ideal dan sesuai dengan maksud Sistem Pendidikan Nasional diatas. Ketiga elemen esensial yang melingkupi pendidikan sesuai dengan "mandataris" pendidikan Nasional adalah. Pertama, Usaha sadar dan terencara dalam arti pendidikan yang diselenggarakan sebelumnya harus melalui perencanaan yang matang dan penuh perhitungan akan terjadinya kemungkinan-kemungkinan dalam proses pembelajaran (jika diartikan pendidikan secara terbatas). Perencanaan dan usaha tersebut, bisa melalui Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan perangkat-perangkat pembelajaran yang lain. Spektrum pertama ini, bisa diartikan sebagai perangkat keras (hardware) dari pendidikan Nasional. Kedua, yaitu suasana belajar yang aktif untuk mengembangan potensi peserta didik, corak pendidikan pada ranah ini, lebih diartikan sebagai proses transformasi ilmu (transfer of knowladge) agar peserta didik dengan se-"bebas-bebas"-nya mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Maka tak heran, jika pola pembelajaran yang humanis dan berbasis development  menjadi sebuah keniscayaan sebagai bagian dari menghindari pengebirian bakat dan potensi siswa. Ketiga, adalah memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada unsur ketiga inilah sebenarnya mengapa pendidikan menjadi hal yang urgen dalam kehidupan manusia, dan lebih mirisnya lagi, elemen yang terakhir dan seharusnya menjadi grand design barometer ketercapaian pendidikan, masih sedikit tersentuh oleh para guru dan praktisi pendidikan.

Terjadinya "ruang kosong" pada mandataris Pendidikan Nasional yang ketiga inilah merupakan indikasi bahwa pendidikan nasional pada saat ini, masih berkutat pada aspek "kemasan" yang materi pelajaran sebagai "dewa"nya, tanpa menyentuh ranah yang lebih prinsipil, yaitu pola pengembangan peserta didik bahwa mereka punya fitrah ketuhanan dan fitrah sosial.

Maka, tidak heran jika dewasa ini, terjadi degradsasi moral para pelajar dengan ramainya tawuran antar pelajar.

Realiatas ini menjadi kegelisahan para pemilik akal sehat ini, tak lain adalah karena sebab yang mendasar. Yaitu tidak adanya kerjasama yang harmonis dan upaya yang sadar para pelaku pendidikan, khususnya kalangan elit. Kenapa kalangan elit? Karena mereka selaku pembuat kebijakan terkait masalah demokratisasi pelajar didalam institusi pendidikan. Selama ini pelajar hanya "disuguhi" wadah beraktifitas dengan satu wadah saja.

Padahal secara psikologis pelajar yang sedang menempuh pendidikan di SMP/MTs atau SMA/MA/SMK di lihat dari segi usianya sedang mengalami masa atau periode yang sangat potensial untuk mendatangkan masalah. Periode ini sering di sebut sebagai periode storm and drang period atau periode topan dan badai.

Dalam kurun usia pelajar ini timbul gejala emosi dan tekanan jiwa sehingga perilaku mereka mudah sekali untuk menyimpang. Dari situasi ini pelajar merupakan sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreatifitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran. Salah satunya adalah dengan tawuran antar pelajar itu tadi.

Selama ini saluran kreatifitas pelajar untuk menyalurkan bakat dan minat dalam kegiatan ekstrakurikuler hanya terkungkung dalam organisasi yang bernama OSIS (organisasi siswa intra sekolah).

Padahal pelajar membutuhkan banyak sekali saluran untuk menyalurkan bakat dan kreatifitasnya. Disinilah letak permasalahan yang selama ini terjadi, bahwa organisasi-organisasi pelajar berbasis keagamaan yang moderat tidak diperbolehkan masuk ke ranah sekolah-sekolah, sebut saja IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama), IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama), IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) dan organisasi-organisasi yang mengusung semangat moderat, nasionalisme dan menjunjung tinggi karakter dan akhlakul karimah.

Selama ini organisasi-organisasi tersebut aktif membina pelajar di sekolah/madrasah meskipun berada di luar "ring" sekolah.

Jika kita sadari, "otonomi" OSIS selaku organisasi yang berkuasa dilembaga pendidikan, tidak  mampu mewadahi dan memberikan manfaat di sekolah-sekolah, karena pola kegiatannya jarang menyentuh sosial, keagamaan, nasionalisme dan semangat kebangsaan. Maka, perlu adanya peninjauan ulang bagi para pemerhati pendidikan untuk menengok lebih mendalam lagi tentang peraturan yang memberi OSIS sebagai satu-satunya wadah bagi para pelajar di sekolah-sekolah baik tingkat dasar, menengah sampai atas.

Sehingga peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan yang juga sebagai payung hukum legalitas OSIS di sekolah-sekolah segara di tinjau ulang karena sangat bertentangan dengan semangat demokrasi pendidikan dan semangat kebhinekaan.

Melalui kejadian tawuran-tawuran antar pelajar yang hari ini marak, kita di ingatkan akan pentingnya menghadirkan kembali Organisasi Siswa Ektra Sekolah (OSES) seperti halnya IPNU, IPM, IPPNU dan organisasi lain yang dalam kurun waktu sebelum orde baru telah mampu dan ikut andil besar dalam mewujudkan pelajar Indonesia yang bermoral dan berakhlakul karimah, juga Mempunyai cita-cita tinggi dengan semangat nasionalisme, dan militansi perjuangan dan pengabdian kepada bangsa dan negara. Oleh karena itu diperlukan kebijaksanaan oleh pemerintah khususnya untuk  mendorong dan memfasilitasi kembalinya organisasi-organisasi siswa ekstrasekolah alias OSES tersebut untuk berkiprah di sekolah-sekolah seperti halnya OSIS. (*)

Sumber: http://www.harianbhirawa.co.id/

0 komentar:

Posting Komentar