Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori menegaskan tidak akan mencabut
fatwa Syiah sesat yang telah dikeluarkan sejak 21 Januari 2012. Ini
terkait desakan sejumlah pihak dari Komnas HAM dan anggota DPR RI yang
meminta fatwa itu dicabut.
"Kami tidak akan mencabut fatwa yang
sudah dikeluarkan. Sebelum fatwa itu dikeluarkan, telah dilakukan kajian
matang dan berdiskusi panjang dengan semua pihak terkait. Itu untuk
meluruskan yang bengkok-bengkok," tegasnya kepada beritajatim.com,
Selasa (4/9/2012).
Menurut dia, MUI Jatim justru mempertanyakan
apa tujuan sejumlah pihak yang meminta agar mencabut fatwa Syiah sesat
tersebut. Tudingan fatwa itu sebagai salah satu faktor pemicu konflik
Sunni-Syiah di Sampang, dibantahnya. "Justru kalau kami mendiamkan saja
dan Syiah terus berkembang di Jatim, MUI Jatim yang disalahkan. Keutuhan
NKRI tidak bisa terjaga, selama Syiah dikembangkan di negara Sunni
seperti Indonesia," tukasnya.
Dia mengutip pernyataan Syech Yusuf
Qurdowi dari Mesir yang mengatakan bahwa Syiah tidak bisa dikembangkan
di negara-negara Sunni. Ini sama halnya Sunni tidak bisa dikembangkan di
negara Syiah seperti Iran. "Kalau ada orang yang minta fatwa MUI Jatim
dicabut, mereka lebih baik membaca dulu isi fatwa itu," tuturnya.
Pihaknya
memastikan ajaran Syiah yang menghujat sahabat-sahabat Nabi Muhammad
SAW selain Ali bin Abi Tholib dan melegalkan nikah mut'ah (nikah
kontrak) tidak bisa diterima kaum Sunni di Jatim. "Fatwa itu untuk
meluruskan yang bengkok-bengkok agar mencegah konflik berkepanjangan.
Fatwa itu keluar bukan untuk kepentingan politik atau ada pesanan,"
ujarnya berulang kali.
Untuk diketahui, akar konflik kerusuhan
yang terjadi di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Omben, Sampang,
Madura, Jawa Timur tidak sekadar berasal dari konflik keluarga. Beberapa
pihak menilai, kerusuhan tersebut juga menyangkut persoalan politik.
Bahkan fatwa sesat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim, terkait
keberadaan kaum Syiah ikut memperkeruh suasana.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun meminta MUI Jatim mencabut fatwa sesat tersebut.
Menurut
Wakil Ketua Komnas HAM Nur Cholis menyatakan pencabutan fatwa tersebut
bisa membantu menyelesaikan konflik antara kaum Sunni dan Syiah. "Kalau
fatwa sesat itu dicabut bisa menyelesaikan hingga 80 persen persoalan,"
ujar Nur Cholis dalam diskusi Polemik di Warung Daun Jakarta, Sabtu
(1/9/2012) lalu.
Nur Cholis memaparkan, konflik tersebut tidak
bisa ditangani hanya oleh pihak kepolisian. Penegakkan hukum setidaknya
harus dibarengi proses dialog dengan pihak yang berkonflik. Proses
dialog tersebut sebaiknya dimediasi oleh pihak ulama.
Sebagai
informasi, MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa Syiah sesat pada 21 Januari
lalu. Hal itu mengukuhkan fatwa-fatwa dari sejumlah MUI daerah, salah
satunya Sampang. Fatwa Syiah Imamiyyah Itsna'asyriyyah sesat dikeluarkan
MUI Sampang setelah melihat perkembangan aliran tersebut, yang
meresahkan masyarakat setempat. MUI setempat menilai aliran Syiah tidak
pas hidup di Indonesia, khususnya Sampang. Keputusan itu dikukuhkan oleh
Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia.
Namun, MUI Pusat menyatakan belum meneken fatwa tersebut, karena masih mendalami banyak pertimbangan.[tok/ted]
Sumber: beritajatim.com
0 komentar:
Posting Komentar